Archive for June 2013

Yang Terhormat Signor Morratti

Saya adalah seorang interista sejak tahun 1998. Saya tidak tahu mengapa saya begitu mencintai Internazionale hingga saat ini. Saya masih ingat betul lima belas tahun yang lalu, saya menyaksikan Internazionale yang kalah secara tidak adil dari Juventus pada tanggal 26 April 1998. Namun, anehnya kekalahan itu justru membuat saya jatuh cinta dengan Inter. Aneh? Tidak logis? Percayalah, jatuh cinta itu tidak pernah logis.

Saya semakin bangga dengan La Beneamata ketika Inter meraih scudetto pada tahun 2007 yang telah anda impikan sejak anda menggantikan Angelo Morratti, ayah anda. Dua belas tahun adalah waktu yang sangat lama untuk menantikan kebanggaan tersebut. Saya tahu anda mencintai Inter. Anda rela mengeluarkan banyak uang untuk mendatangkan Ronaldo, Cristian Vieri, dan banyak bintang yang anda datangkan demi meraih scudetto. Puncak kebanggaan saya sebagai interista, tentu saja adalah ketika Il Biscione meraih kejayaan sebagai klub italia pertama yang meraih Treble Winner. Dengan fakta bahwa Inter adalah satu-satunya klub yang tidak pernah turun dari Serie A, saya semakin membanggakan klub ini sebagai klub terhebat di Italia. Bahkan rival kita, Juventus belum pernah meraih kehormatan tersebut. Hanya Inter. C'e Solo Inter.

Sejak meraih treble tersebut, Inter belum pernah kembali ke puncak tertinggi Serie-A. AC Milan, dan Juventus kembali membuat Inter seperti pecundang. Namun saya tidak sekalipun meninggalkan Inter. Saya tetap mencintai Inter di saat kalah, karena saya tahu pasti saya mencintai Inter bukan karena banyaknya gelar atau Inter yang tak pernah kalah. Saya mencintai Inter dari hati yang paling dalam.

Musim lalu, adalah musim terburuk bagi Internazionale. Mungkin saya tidak perlu membahas lebih lanjut mengenai musim terkutuk itu. Musim yang buruk itu telah berakhir, dan kini saatnya menatap dan memperbaiki diri untuk menjadi penantang juara di musim depan. Anda tahu pasti hal itu Signor Morratti. Anda memberikan kepercayaan pada Walter Mazzarri sebagai pelatih. Staff pelatih dan staff teknis juga mengalami perubahan, mengantisipasi agar badai cedera yang menghancurkan Inter musim lalu tidak terulang.

Namun ada satu hal yang masih mengganjal di hati saya, Signor Moratti. Saya ingin mempertanyakan kebijakan mercato Internazionale. Apakah Inter tidak belajar dari musim lalu dan musim-musim sebelumnya? Inter memiliki salah satu akademi sepakbola terbaik di Italia. Saya yakin kualitasnya tidak kalah dengan Akademi Sepakbola Ajax Amsterdam, Akademi Sepakbola Manchester United, maupun La Masia, Akademi Sepakbola FC Barcelona. Scout Internazionale pun memiliki mata yang sangat jeli untuk memantau bakat-bakat terbaik dari Italia maupun dari penjuru dunia.

Inter pernah memiliki Andrea Pirlo. Saat ini ia adalah tulang punggung Azzurri dan pengatur permainan AC Milan dua tahun lalu dan kini, registra Juventus. Inter pernah memiliki seorang Mattia Destro. Apa yang Destro lakukan musim lalu? Ia mengantarkan Roma ke final Coppa Italia. Ia mencetak gol ke gawang Inter. Lalu Inter pernah memiliki bakat muda bernama Phillipe Coutinho. Inter menjualnya ke Liverpool dan kini ia menjadi pemain kunci di sana. Dua pemain tersebut adalah pemain muda yang pernah Inter miliki. Anda bahkan dapat membeli beberapa orang Destro dan beberapa Coutinho dengan uang yang anda keluarkan untuk membeli Ronaldo maupun Cristian Vieri.

Tahun ini, La Azzurini menjadi finalis di EURO U-21 di Israel. Empat difensore dan seorang kiper yang menjadi tumpuan pertahanan L'Azzurini, hanya kebobolan 5 gol. L'Azzurini memiliki Francesco Bardi, seorang kiper muda berbakat. Di kanan ada Giulio Donati, lalu ada Luca Cardirola dan Matteo Bianchetti di tengah. Semuanya adalah pemain Akademi Sepakbola Inter. Inter menjadi tumpuan pertahanan L'Azzurini.

Saya benar-benar kecewa ketika Inter menjual Donati ke Leverkusen dengan harga tiga juta euro. Mungkin jika anda bersabar, memberi Donati waktu dan kesempatan bermain anda bisa menjualnya dengan harga sembilan juta euro atau lebih dalam tiga atau empat tahun lagi. Kini saya mendengar berita Inter akan menjual Luca Cardirola. Apakah Inter tidak pernah belajar dari masa lalu?

Saya yakin Inter memiliki dana untuk membeli pemain baru sebagai pengganti pemain yang pergi dari Inter. Saya sangat yakin kecintaan anda kepada Inter membuat anda rela mengeluarkan dana untuk membuat Inter selalu lebih baik. Namun apakah anda rela membuang aset berharga dari Akademi Sepakbola Inter?

Inter masih memiliki Francesco Bardi, Issac Duncan, Joel Obi, Marco Benassi, Matteo Bianchetti dan banyak pemain muda lain. Yang mereka perlukan hanyalah waktu, kesempatan bermain dan kesabaran anda, signor Morratti. Inter bukanlah tim sekelas Udinese yang selalu membeli pemain muda, mengasahnya dan menjual pemain bintangnya setiap musim. Inter dapat meniru Ajax Amsterdam, maupun Manchester United, bahkan Barcelona. Inter muda memiliki potensi. Apakah anda tidak sadar dengan hal itu?

Saya sebagai interista tentu saja tidak ingin kejayaan Inter berlangsung sekali dalam sepuluh tahun. Saya sebagai interista selalu ingin Inter dapat berjaya selama bertahun-tahun. Saya mungkin seorang interista yang bodoh, yang lebih rela melihat Inter kalah namun dapat memberi saya harapan untuk musim-musim berikutnya. Bagi saya, Inter adalah harapan. Harapan dalam biru dan hitam. Seperti jersey kebanggaan Nerazzuri.


AnovA
yang mencintai Inter
Tuesday 25 June 2013
Posted by AnovA

Perilaku dan Kesadaran Religius

Berawal dari kicauan mbak @pengantenanyar eh @memethmeong :p,

Lebih efektif mana ya utk mengubah perilaku, konsep reward & punishment-nya surga neraka atau konsep karma?

saya terlibat percakapan (yang menurut saya cukup) seru dengannya tentang mengubah perilaku. Well, kalo ngobrolin masalah perilaku (behavior) manusia, setahu saya bisa dikuak dalam tiga ranah, ranah Sosiologi, Politik dan Psikologi. Pertanyaan mbak @memethmeong sangat menarik bagi saya karena pertama opsi yang ia tawarkan berhubungan dengan agama, yang kedua ketika saya tanya konteks behavior yang mana, ia menjawab behavior level individu. Oke, jadi ada sudut pandang untuk melihat perilaku manusia dari sudut pandang religius.

Behavior iki opo?
Behavior secara Google translate dapat diartikan sebagai perilaku dalam Bahasa Indonesia. Perilaku tentu saja tidak terbatas pada manusia saja namun juga pada semua mahluk. Manusia (khususnya scientist) percaya kalo perilaku itu merupakan tindakan terpola, sehingga dapat diketahui hubungan sebab akibat di antara keduanya. Hal tersebut mengakibatkan munculnya banyak teori mengenai pola-pola perilaku, dari perilaku masyarakat (collective behavior), hingga individu (Behaviorism-nya B.F Skinner).

Argumen Apologetik Blaise Pascal
Opsi Karma dan Reward Punishment yang diajukan mbak @memethmeong, semula saya pikir akan efektif ketika eksistensi Tuhan (yang berperan sebagai judge) tidak diketahui. Namun, saya teringat presentasi kelompoknya @kiranhernanda dkk, ketika membahas salah satu filsuf, penulis, matematikawan, fisikawan, scientist Prancis abad XVII, Blaise Pascal. Pascal pernah mengajukan argumen apologetik* yang biasa disebut Pascal's Wager. Pascal berpendapat bahwa manusia semua bertaruh dengan kehidupan mereka, baik dengan asumsi Tuhan ada atau tidak ada. Begini argumennya:
1. Bila anda percaya akan Tuhan dan Tuhan itu ternyata ada, maka anda beruntung dan akan masuk surga.
2. Bila anda percaya akan Tuhan dan Tuhan itu ternyata tidak ada, maka anda tidak akan rugi.
3. Bila anda tidak percaya akan Tuhan dan ternyata Tuhan itu ada, maka anda rugi dan akan masuk neraka
4. Bila anda tidak percaya akan Tuhan dan ternyata Tuhan itu tidak ada, maka tidak akan terjadi apa-apa.

Konsep tersebut sama dengan konsep karma dalam agama India dan Surga dan Neraka dalam agama Samawi (well, semua agama kayaknya ada deh). Jika Tuhan terbukti ada, maka konsep tersebut sama sekali tidak berguna karena semua manusia akan berbuat baik. Sebaliknya jika Tuhan tidak ada maka konsep tersebut juga sama tidak bergunanya karena kekosongan peran Tuhan untuk memberikan judgement mana yang baik dan mana yang buruk.

Argumen apologetik Pascal tersebut tentu saja bukan tanpa kritik. Pengkritiknya tidak hanya dari kalangan yang "tidak percaya" namun juga kaum agamawan saat itu. Kritik yang muncul antara lain:
1. Argumen Pascal nampak seperti transaksi antara kepercayaan dan keberadaan Tuhan. Tuhan akan menukar kepercayaan manusia dengan surga. Hal ini menimbulkan "pengabdian" semu antara manusia kepada Tuhan.
2. Setiap agama memiliki konsep Tuhan dan kebenarannya masing-masing. Otomatis hal tersebut memberikan satu variabel "Tuhan yang mana" yang menjadi "judge" dalam taruhan tersebut, juga menambah resiko manusia masuk neraka jika percaya pada Tuhan yang salah.
3. Salah satu variabel dalam argumen Pascal tersebut adalah kepercayaan. Sementara kepercayaan sendiri bukan sesuatu hal yang dapat dikontrol. Dalam konteks kritik, seseorang bisa saja beribadah, tapi jika memang tidak percaya, maka seluruh ibadah tidak akan dilandaskan pada ketulusan.

Karma
Konsep karma pada dasarnya adalah konsep sebab akibat dalam lingkaran kehidupan (samsara). Konsep ini berkembang di agama yang berasal dari kebudayaan India kuno seperti Hindu, Jainisme, Budha, dan Sikh (konsep yang sama ditemukan di beberapa agama yang berasal dari Asia). Konsep dasarnya adalah jika anda berbuat baik maka akan mendapatkan kebaikan, dan sebaliknya. Lalu bagaimana jika di ujung hayat anda melakukan karma yang baik, apakah anda tidak mendapatkan karma? 
Berbeda dengan lingkaran kehidupan dalam agama samawi yang berbentuk linier (ada konsep Awal dan Akhir, Alpha dan Omega). Lingkaran Samsara ini berbentuk lingkaran dan bersifat infinitif. Tujuan dari agama-agama ini justru pada pelepasan diri dari samsara (mokhsa). Karma akan dibalaskan dalam kehidupan berikutnya (reinkarnasi) jika manusia masih terjebak dalam pusaran samsara. Karma bukanlah hukuman namun lebih kepada konsekuensi perilaku.

Reward and Punishment
Reward and Punishment justru menjebak manusia dalam ranah ritual untuk menjaga relasi hubungan vertikal antara Manusia dan Tuhan. Manusia beribadah untuk dirinya sendiri bukan untuk sesamanya. Padahal semua agama justru menekankan pentingnya manusia mengasihi sesamanya. Agama Budha mengajak manusia untuk membahagiakan semua makhluk (sabbe satta bhavantu sukhitatta = semoga semua makhluk hidup berbahagia). Agama Nasrani mengajarkan untuk mengasihi sesama manusia (Mat 22:39 "Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri"). Agama Islam mengajarkan mengasihi sesama mukmin (QS 49:10 "Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat."). 

Dengan menjaga hubungan horizontal antara manusia dengan sesamanya, maka hubungan vertikal dengan Tuhan otomatis akan terjaga. Hal inilah yang mungkin kurang disadari oleh Manusia. Seolah hidup ini merupakan kompetisi menuju Surga. Manusia terjebak dalam ritual-ritual ibadah, dengan motivasi menuju surga, melupakan hubungan horizontal dengan sesamanya. 

Mengatur perilaku melalui Kesadaran Religius
Perilaku manusia jika diatur melalui kedua konsep tersebut maka action yang ia lakukan akan dilakukan tanpa ketulusan. Konsep tersebut muncul untuk mendorong (bukan mengatur) manusia untuk selalu berbuat baik pada sesamanya. Sayangnya kesadaran religius yang bersifat universal itu justru direduksi oleh manusia sendiri, sehingga manusia sering terjebak dalam ritual ibadah. Namun jika kesadaran religius tersebut dipahami secara utuh, perilaku manusia akan lebih terjaga. Toh pada dasarnya manusia sudah disangoni** oleh hati nurani. Walaupun hati nurani sendiri seringkali tidak didengarkan oleh manusia sendiri.



Keterangan:
*Apologetik: pembelaan iman
** disangoni: dibekali
Wednesday 19 June 2013
Posted by AnovA

BBM (campuran)!


Sodara-sodara, pro-kontra kebijakan kenaikan harga BBM berakhir dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Terlepas setuju atau nggak setuju sodara-sodara, palu sudah diketuk, dan mari bekerja lebih keras supaya kebutuhan pokok kita semua tercukupi.
Sebelum sodara-sodara membaca lebih lanjut, perlu diketahui saya tidak akan mengkaji mengenai sebab akibat kenaikan harga BBM, karena ketahuilah sodara-sodara hal tersebut yang sudah banyak di media lain sesuai dengan motif dan kepentingannya. 

Dalam posting ini saya akan membahas tentang BBM Campuran, sebuah video speech composing Jeremy Teti. Sudah pada lihat kan? Belum? Nyoh!



Lagu yang sangat catchy ini diciptakan oleh @ekagustiwana. Pelaku yang sama yang membuat Demi Tuhan!!-nya Arya Wiguna menjadi lembut dan mendayu. Lagu ini memang sangat kampret sekali Sodara. Pertama kali mendengarnya di tayangan pencarian bakat yang selalu diulur-ulur dengan berbagai kemasan sebagai teman bagi anda menghabiskan malam minggu anda di depan televisi, lagu ini langsung menanamkan melodinya ke benak saya. Baeglah!

Terlepas dari image om-om pembaca berita yang lucu dan digemari wanita yang sudah siap nikah, Jeremy Teti memang saya akui memiliki cirikhas sendiri dalam membaca berita. Saya jadi ingat apa yang dilakukan Jeremy Teti kepada perilaku teman (cewek) nongkrong saya. Sebelum ia mengenal sosok Jeremy Teti sebagai anchor di sebuah tayangan berita di salah satu stasiun televisi Swasta Nasional, pulang pagi dari warung kopi sudah biasa dilakukannya. Nah, begitu dia tahu jam 11 malam itu jam nongolnya Jeremy Tety, sejak saat itulah dia tidak pernah lagi nongkrong sampe malam di warung. macak cinderella, dia sudah merengek-rengek sama pacarnya supaya diantarkan ke kos.

Jadi, sodara-sodara berhati-hatilah mengisi BBM, agar kendaraan yang anda isi tidak (diisi oleh) BBM CAMPURAN :D
Tuesday 18 June 2013
Posted by AnovA

Menekan Ego itu (sangat) Perlu

Sastra identik dengan dunia tulis menulis. Hal tersebut senada dengan etimologi sastra yang berarti "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman", dari kata dasar śās- yang berarti "instruksi" atau "ajaran". Alih bahasa ke bahasa inggris, sastra diartikan sebagai literature, berasal dari kata litterae yang berarti "seni tulisan" dan biasanya merujuk ke tulisan yang diterbitkan.
 
Nah, kembali ke masalah tulis menulis. Sebagai mahasiswa sastra sebenarnya saya agak minder dengan kualitas tulisan saya. Memang, saya bisa menulis dengan runtut dan tata cara penulisan sesuai dengan petunjuk buku EYD yang banyak tersedia dipasaran. Nah, ketika saya sebagai mahasiswa yang sering muter-muter di jagad maya dan berkunjung sebagai silent reader di beberapa blog secara random, saya menemukan banyak sekali tulisan, artikel, dan yang isinya oke, sekaligus dikemas dengan bahasa yang sederhana, mudah dipahami. Dari segi kepresisian makna, terkadang memang kurang pas, tapi bagi orang awam sangat mudah untuk dipahami.
 
Saya pernah dikomentari oleh @intan_nugrahani ketika saya memintanya untuk melakukan proof-read salah satu calon tulisan saya. Tulisan saya tersebut berisi opini kepada salah satu jenis tayangan televisi. Latar belakang dek @intan_nugrahani sebagai lulusan Ilmu Komunikasi dan kebetulan bekerja di ranah media itulah yang membuat saya memintanya untuk melakukan proof-read. Komentarnya sederhana, "Khas cah Sastra." Eh? Maksudnya gimana tuh? Menurutnya, tulisan saya terlalu banyak menggunakan kata-kata teknis tanpa penjelasan yang memadai. Saya dengan gengsi pun melakukan pledoi berdalih menggunakan diksi yang terkesan rumit itu atas nama kepresisian makna.
 
Apa yang salah dengan tulisan saya? Ego! Ya, Ego. Ego untuk memperlihatkan, iki lho aku pinter. Iki lho, aku menggunakan kata-kata sophisticated untuk menerangkan pada anda. Anda nggak ngerti? Coba belajar lagi deh. Ego itulah yang mengkerdilkan tulisan saya.
 
Saya masih ingat jelas, Dosen Pembimbing Skripsi saya banyak menuliskan "Susun dengan kalimat yang mudah, sehingga pembaca lebih tahu maksudnya", dalam lembaran-lembaran draft skripsi saya. Entah, ada yang salah dengan otak saya atau minusnya kemampuan saya untuk mengkomunikasikan kekarepan saya dalam bentuk tulis yang membuat saya menemukan tulisan tersebut dalam draft skripsi saya. Namun, tulisan itu mengingatkan saya bahwa skripsi saya itu bukanlah milestone untuk dinikmati sendiri, skripsi saya kelak (mungkin) akan dipakai sebagai acuan oleh adek-adek kelas saya yang lucu-lucu itu.
 
Permasalahan ego tersebut juga mengingatkan saya akan pertemuan random saya dengan mbak @herlinatiens di bonbin sastra. Selama ini saya menganggap bahwa penulis melacurkan idealismenya kepada penerbit. Hanya penulis yang sudah punya nama (dan tentu saja pernah melacurkan diri pada penerbitlah) yang mempunyai bargaining position lebih untuk memperjuangkan idealisme tulisannya. Namun sebagai penulis yang tentu jauh lebih tahu seluk beluk dunia penerbitan dari pada saya yang sok tahu, beliau (seingat saya) berkata "kalo memperjuangkan idealisme saja, karya saya mungkin hanya dibaca teman-teman saya". Kalimat tersebut seolah mengingatkan saya kembali akan arti kata sastra. Tulisan yang mengandung instruksi.
 
Saya kembali berpikir, sebuah instruksi tentu saja harus sampai kepada penerima instruksi. Apa yang saya tulis akan menjadi tidak berguna ketika tulisan saya tidak dipahami oleh pembaca. Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah, apakah mutu tulisan saya akan berkurang ketika memakai kata-kata yang kurang sophisticated? Jawabannya tidak. Mutu tulisan bukan sekedar menggunakan kata-kata yang indah, atau menggunakan kata-kata teknis yang sulit dipahami. Idealisme anda tidak akan tersampaikan kalau idea yang menjadi dasar kata idealisme, tidak tersampaikan. Nonsense! Ketersampaian kekarepan yang ingin disampaikan itulah yang menjadi tujuan sastra. Kata-kata sederhana, masih dapat mengiris tajam permasalahan-permasalahan rumit yang ingin disampaikan. 

Membuat pembaca mengerti apa yang dibaca adalah prioritas pertama. Sama tidak mungkinnya mengajar aljabar kepada anak kelas satu SD tanpa mengajarkan dasar-dasar operasi hitung. Jika teks adalah instruksi maka buatlah penerima instruksi itu mengerti terlebih dahulu. Jika sudah mengerti spesifikasikan instruksi tersebut.

Semoga saya bisa menulis dengan lebih rendah hati dan jujur, tentu saja.
Monday 17 June 2013
Posted by AnovA

Ndonya Ki (Jebule) Mung Sak Upil

Konon katanya, dunia itu tak selebar daun kelor. Namun teknologi digital membuat dunia menjadi lebih sempit dari daun kelor. Dunia 2.0 tersebut menghubungkan orang dari ujung dunia yang satu ke ujung satunya tanpa terhalang oleh waktu. Bahkan menghubungkan masa kini dengan masa lalu.
Alkisah, saat saya masih menjadi mahasiswa bersenjatakan notebook bermerek taiwan yang juga dikenal sebagai notebook sejuta umat, melanglang buanalah saya ke tempat yang menjajakan koneksi hotspot kecepatan tinggi di seputaran bundaran teknik ugm. Saya masih ingat waktu itu tujuan saya kesana adalah mengirim hasil seminar sekeripsi saya via surat elektronik ke dosen saya.
Nah, setelah selesai mengurus tetek bengek akademik di dunia maya, sebagaimana mahasiswa yang memegang teguh kredo "Pejah Gesang Nderek Search Engine" berjalan-jalanlah saya ke dunia maya. Saya betul-betul tidak ingat apa yang jemari saya ketikan ke kotak ajaib milik Mbah Google. Rubah api yang saya kendarai pun meluncur ke sebuah warung. Nama warung itu warungmasjaki, mengikuti nama empunya warung. Jajanan yang saya mamah di warung tersebut adalah jajanan mengenai plagiarisme jajanan sewarung-warungnya. Kasus yang umum sekaligus unik di mata saya.
Apa yang membuat warung itu berkesan? Olahan kata-kata sederhana, yang membungkus rasa di dalam jajanan tersebut itu yang membuat saya terkesan dan beberapa kali berkunjung menikmati suguhan jajanan yang sebagian besar berasa musik itu. Beneran, bukan konten blog-nya yang membuat saya terkesima, namun cara penyajiannya. Sentuhan personal dari sang empunya warung yang membuat saya menyimak dengan detil setiap jajanan di warung tersebut, sebagai silent reader tentu saja. Nah, setelah warung hotspot itu tutup dan kebetulan laptop saya menghembuskan nafas terakhirnya, tak pernah lagi saya berkunjung ke warungmasjaki.
Tak disangka, saya berkunjung kembali ke warung tersebut. Kali ini dihubungkan dengan oleh situs microblogging populer bernama twitter. Kebetulan, adik kelas dari sang pemilik warung tersebut yang juga teman hidup ngopi saya, dek Intan Nugrahani me-retweet tweet dari akun @masjaki. Tweet yang ia retweet itu adalah kutipan dialog dari serial populer tahun 1990-an, Si Doel Anak Sekolahan. Penasaran bin iseng saya buka linimasa akun tersebut, dan menemukan jalan menuju warung yang pernah saya kunjungi. Ealah, jajanannya bertambah, dengan citarasa personal yang masih sama.
Nah, dalam tweet @masjaki yang di-retweet @intan_nugrahani itu juga mengandung nama @nuranwibisono yang akhirnya mengundang rasa ingin tahu saya mengintip ke blog-nya. Post teratas waktu itu bertajuk Festival Berakhir Petaka, yang kebetulan saya pernah saya baca artikelnya dari tautan tweet-nya Rollingstones Indonesia. Artikel yang menurut saya memberikan insight berbeda dari media yang memberitakan kejadian yang sama. Menariknya lagi, mas Nuran Wibisono ini ternyata penggemar Guns N Roses, sama seperti saya (dan dengan ini saya mengakui kalau saya kalah fanatik sama sampeyan mas).

Tulisan dengan tema musik yang dikemas dengan bahasa yang kremes khas mas @nuranwibisono ini, mengingatkan saya akan @ardiwilda yang pertama kali saya kenal melalui review Keracunan Ingatan di jakartabeat (kalo ndak salah). Lhah, dari @intan_nugrahani saya tahu kalo @ardiwilda dan @masjaki memiliki keakraban lebih dari sepasang sahabat. Ealah, lha jebul yo mung mbulet nang kono wae.

Sama kagetnya seperti saat tahu @ardiwilda itu temennya @ladygorgom yang adalah temen KKN sahabat saya Olav Iban, sementara di satu sisi saya sudah lama kenal sama bojonya @ladygorgom, si Bagus. Oke, ternyata saya mengenal banyak anak Ilmu Komunikasi UGM, walaupun hanya kenal searah, dan terbatas di dunia maya.

Lhah, dunia ternyata tidak seluas yang anda kita tho

Apakah ini ada hubungannya dengan pilihan pertama saya waktu UM UGM? Saya masih ingat betul saya mengisi Ilmu Komunikasi di pilihan pertama, walaupun akhirnya saya justru diterima di pilihan kedua saya, Sastra Prancis.
Ealah Mbuh

Salam kenal @masjaki, @nuranwibisono dan @ardiwilda :)
Saturday 15 June 2013
Posted by AnovA

Mengheningkan Cipta untuk Yugoslavia.


 Masih ada yang ingat negara eropa timur bernama Yugoslavia? Negara yang terletak di timur Laut Adriatic itu kini terpecah menjadi tujuh negara itu, pernah menjadi salah satu negara berpengaruh di dunia pesepakbolaan eropa awal 90-an. Bulan Juni 1991 adalah awal bencana bagi Yugoslavia ketika Slovenia dan Kroasia mendeklarasikan kemerdekaannya, disusul Makedonia pada bulan September tahun yang sama, kemudian Bosnia Herzegovina pada tahun 1992, terakhir Montenegro memisahkan diri dari Serbia pada tahun 2006. 

Mari melihat potensi tim Yugoslavia pada masa itu. Siapa yang tidak mengenal Predrag Mijatovic, pencetak gol ke gawang Angelo Perruzzi yang membawa Real Madrid merengkuh trofi ketujuh Liga Champion Eropa? Atau Dejan Savicevic yang menjadi motor AC Milan setelah era Trio Belanda. Ada juga Zvonimir Boban (Ya, dia berkebangsaan Kroasia, tapi sempat bermain untuk Yugoslavia sebanyak tujuh kali sebelum Kroasia memisahkan diri). Masih ada Sinisa Mihajlovic, Vladimir Jugovic dan banyak talenta-talenta Eropa Timur yang bisa menjadi batu sandungan tim eropa barat. Di Piala dunia, prestasi tertinggi mereka dua kali mencapai semi final (1930 dan 1962), dan mencapai final di Euro edisi 1960 dan 1968.

Mari berandai-andai jika negara Yugoslavia masih eksis dan menancapkan kukunya di dunia pesepakbolaan saat ini. Siapa kira-kira yang mengisi starting line-up?

Goalkeeper
Samir Handanovic













Sub:
Asmir Begovic
Stipe Pletikosa

Defender

Dusan Basta
Neven Subotic
Nemanja Vidic
Aleksandar Kolarov

Sub: 
Matija Nastasic
Stefan Savic
Darijo Srna
Branislav Ivanovic

Midfielder
Adem Ljajic
Aleksandar Ignjovski
Luka Modric



Josip Ilicic













Sub:
Zdravko Kuzmanovic
Mateo Kovacic
Goran Pandev
Dusan Tadic


Forward
Mario Mandzukic

Stefan Jovetic













Sub
Edin Dzeko
Mirko Vucinic



_AnovA_
Posted by AnovA
Tag :

Bukan Bang Thohir!

Rencana Erick Thohir mengakusisi La Beneamata, masih ramai diberitakan oleh media Italia dan Indonesia. Di satu sisi Inter memang membutuhkan dana segar untuk menutup akumulasi kerugian lebih dari 150 juta euro demi memenuhi aturan Financial Fair Play. Masalah finansial ini tentu sangat mendesak. Inter butuh penampilan bagus di Serie A musim depan demi lolos ke Liga Champions yang akan menyuntikkan jutaan euro berharga untuk mereka.

Untuk itu, Inter membutuhkan lebih banyak tambahan pemasukan dari sektor penonton dan komersial. Perbaikan sudah coba dilakukan dengan mengikat kerjasama dengan perusahaan konstruksi dari Cina, China Railway Construction Corporation untuk membangun stadion baru. Proyek besar ini diberitakan akan rampung pada tahun 2017.

Terkait saham, mereka juga telah melepas 15% kepemilikan mereka kepada grup perusahaan Cina sehilai 500 juta euro demi meringankan beban finansial. Dari data laba/rugi, Inter memiliki hasil yang lebih mengerikan. Akumulasi kerugian mereka dalam 6 tahun mencapai lebih dari 700 juta euro.

Kerugian Inter paling besar terjadi di tahun 2007 yang menembus angka 200 juta euro. Di 2010, terdapat peningkatan performa keuangan karena berhasil menjuarai Liga Champions. Namun selanjutnya kerugian Inter berada di kisaran 70-80 juta euro, jumlah yang secara kasat mata akan terkena sanksi Financial Fair Play.

Inilah sebabnya Inter beroperasi dengan pendekatan berbeda musim ini setelah rangkaian keputusan yang mendekati mismanagement terjadi di enam musim terakhir. Biaya gaji mereka tahun 2010 adalah salah satu yang tertinggi, bahkan di tingkat Eropa. Mereka membiayai gaji pemain hingga 234 juta euro, yang bahkan lebih banyak dari penerimaan mereka saat itu sebesar 225 juta.

Satu-satunya jalan bagi Il Biscione untuk menghindari sanksi UEFA adalah dengan mengukir profit sebesar 35 juta euro tahun ini. Dengan akumulasi kerugian yang sudah mencapai lebih dari 150 juta euro dalam dua tahun kebelakang, profit senilai 35 juta akan menyelamatkan laporan keuangan Inter dengan akumulasi kerugian senilai 42 juta euro. Apalagi dengan absennya mereka di Liga Champions musim ini, mereka berpotensi kehilangan pendapatan senilai 20 hingga 50 juta euro.

Menjual saham mayoritas ke Erick Thohir di sisi lain memang merupakan jalan pintas mengatasi masalah ini. Namun disini yang dipertaruhkan adalah reputasi dan identitas Internazionale. Morratti sendiri masih ragu dalam menanggapi masalah ini. Beliau masih ragu dan takut Inter akan bernasib seperti Malaga yang seperti anak ayam kehilangan induk setelah ditinggalkan investornya.

Beberapa waktu yang lalu, tuttosport.com memberitakan perbandingan Inter versi Thohir dan Inter versi Morratti. Keduanya hadir dengan skema 3-5-2 khas Walter Mazzarri.

Inter versi Moratti diperkirakan masih mempertahankan muka lama di lini depan. Sementara versi Thohir, bakal mendatangkan nama besar di lini depan seperti Pablo Osvaldo dan Lavezzi. Tak lupa juga Nainggolan
dan Rami.


Inter versi Moratti:
 Handanovic;
 CAMPAGNARO (Free (9,5 juta euro)), Samuel, Juan,
 ISLA (Trade), FLAMINI (Free), Cambiasso, Kovacic, ZUNIGA (18 juta Euro); 
ICARDI (15 juta Euro), Palacio.

Inter versi Thohir: 
Handanovic;
 Ranocchia, RAMI (12 juta Euro), Juan;
BASTA (7 juta Euro), PAULINHO (16 juta Euro), Kovacic, NAINGGOLAN (18 juta Euro), ZUNIGA (18 juta Euro); 
LAVEZZI (25 juta Euro), OSVALDO (15 juta Euro).

Mari kita analisis kedua starting line-up impian masing-masing pihak.

Inter versi Moratti masih mempertahankan nama-nama lama. Starting line-up ini mengorbankan dua nama yaitu Guarin dan Rannocchia. Kemungkinan Guarin dilepas dan Rannocchia ditukar tambah dengan Mauricio Isla memang menjadi rumor calciomercato musim panas ini. Campagnaro dan Flamini bisa didapatkan dengan gratis, meninggalkan Zuniga dan Icardi yang menjadi buruan La Beneamata dalam calciomercato musim ini. Keduanya konon akan menghabiskan biaya transfer 33 juta euro NEGO. Dengan estimasi bandrol Ranocchia yang bernilai 20 juta euro dan Guarin yang bernilai 16 juta Euro, maka Inter perlu mengalokasikan dana 12,5 juta Euro lagi.

Sementara Inter versi Thohir menjanjikan starting line-up yang lebih progresif. Pemain baru dalam line-up yang dirilis tuttosport bernilai total 113 juta euro NEGO. Namun mari menilik satu persatu pemain yang diinginkan Erick Thohir.

Adil Rami
Bek Prancis yang bermain di Valencia ini memang salah satu bek yang diandalkan timnas Prancis di Euro lalu. Tapi banderol senilai 12 juta Euro layakah untuk bek yang rentan cedera seperti Rami?
Dusan Basta
Basta memang menjadi alternatif bagi Isla. Harga 7 juta euro yang menjadi banderolnya juga cukup terjangkau. Karakternya yang eksplosif juga cocok untuk skema permainan Mazzarri.
Paulinho
Pemain ini sudah menjadi buruan Il Biscione sejak calciomercato musim dingin lalu. Tarik ulur negosiasi yang tidak disepakati kedua belah pihak menjadi penyebab kegagalan kepindahannya. Harga 16 juta Euro
nampaknya cukup layak untuk pemain yang mencetak gol di laga persahabatan Brazil v Inggris kemarin.
Radja Nainggolan
Gelandang Cagliari ini memang berstatus for sale, demi menyelamatkan neraca keuangan Cagliari. Nainggolan bisa menjadi solusi gelandang box to box yang bertenaga di lini tengah la Beneamata. Selain itu Nainggolan dapat menjadi aset berharga untuk menarik fans di Indonesia (well, konon ICI merupakan Inter Club pertama di dunia yang mencapai 4000 anggota.).
Camilo Zuniga
Konon Zuniga adalah buruan wajib bagi Mazzari. No comment untuk orang ini.
Ezequiel Lavezzi
Kedatangan Lavezzi akan menambah eksplosifitas lini serang La Beneamata. Namun ada harga ada kualitas, harga 25 juta euro menurut saya terlalu mahal.
Pablo Osvaldo
Osvaldo is a big NO! Kenapa? Kelakuannya yang tempramental itu berpotensi menjadi bumerang bagi Il Biscione. Apalagi dengan harga 15 juta Euro.

Apapun keputusan Moratti terkait dengan masa depan status kepemilikan La Beneamata ini, semoga menjadi yang terbaik bagi Il Nerazzuri. Dijual atau tidak saya yakin keputusannya akan didukung oleh segenap Interisti. Seandainya tidak dijual, saya yang memegang teguh prinsip Jawa "Gusti Paring Dalan" (Tuhan akan memberi jalan) yakin dengan seyakin yakinnya Inter akan menemukan solusi untuk masalah finansialnya. Seandainya Moratti memutuskan untuk menjual saham mayoritasnya pada Erick Thohir, harapan saya, Inter tidak ditinggalkan seperti Malaga. Jangan sampai lah, chant di Giuseppe Meazza bertambah dengan lagu "Bukan Bang Thohir".

_AnovA_
yang mencintai Inter
Tuesday 4 June 2013
Posted by AnovA

Popular Post

Blogger templates

Labels

- Copyright © anovanisme -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -